6 April 2011

SAJAK SAJAK SUFI ZAMAN AWAL

Mansur al-Hallaj



TIADA LAGI



Antara aku dengan yang Haq

Tiada lagi yang tinggal

Bukan dalil, bukan keterangan

Bukan bukti atau petunjuk akal



Segala sinar lenyap

Diusir oleh sinar-Nya

Yang Haq tampil nyata

Dengan sinar benderang



Tak seorang dapat mengenal Tuhan

Selain yang mengenal-Nya

Akankah yang kekal dikenal

Selain oleh yang memfanakan dirinya?



Tak dalam ciptaan Tuhan dikenal

Mungkinkah yang sekejap

Bisa memberi keterangan

Tentang yang baka?



Petunjuk tentang Dia

Dan jalan menuju kepada-Nya

Adalah orang yang telah menyaksikan

Yang kalbunya mendapat keterangan



Petunjuk tentang Dia

Dan berada bersama-Nya

Sungguh telah kukenal

Hanya makrifat yang menjelaskan



Inilah wujudku, kata-kataku

Inilah keyakinanku

Inilah imanku yang takkan hapus

Inilah kemanunggalan tauhidku



Inilah pelajaran

Dari orang yang menyatu

Yang punya pengetahuan

Tentang yang rahasia dan yang nyata



Inilah wujud

Dari segala wujud

Yang mempertemukan

Kawan dan lawan bersama-sama



KULIHAT TUHAN



Kulihat Tuhan dengan mata kalbuku

Kulihat: “Siapa Kau”. Katanya: “Kau”.

Namun bagi-Mu “di mana” tiada bertempat

Dan tiada “di mana” jika mengenai-Mu.

Jiwa tidak memiliki taswir tentang keberadaan-Mu

Dalam waktu, yang membuat

Pikiran tahu di mana Kau

Kau adalah dia yang mengendalikan setiap “di mana”

Atas titik tidak di mana

Maka di mana Kau?



Rabiah Al-Adawiyah



SENDIRI DENGAN KEKASIH



Sendiri daku bersama cintaku

Ketika rahasia lebih lembut dari udara petang

Lintas di depanku dan Penglihatan Batin

Mencurahkan rahmatnya atas doaku

Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna.

Ada pun daku: Antara takjub

Pada Keindahan dan Keagungan-Nya

Di tengah semerbak wangi tanpa tara

Terpaku dan membisu, begitu khyusuk

Kusaksikan semua yang datang dan pergi dalam kalbu

Lihat, dalam wajah-Nya

Semua yang mempesona dan kemurahan

Seluruh keindahan bercampur dan menyatu

Dalam wajah-Nya yang sempurna

Lihat Dia dan dengar katanya

“Sungguh, tiada Tuhan selain Dia

Dan hanya Dia yang maha mulia.”







TIADA LAIN DI SISIMU



Wahai Rasa-riangku, wahai Kerinduanku,

Ya Naungan dan Lindunganku

Sahabat, Penyanggah penopangku dan Tujuanku pula

Kaulah karibku, dan rindu pada-Mu

Membuatku teguh

Apa bukan pada-Mu aku ini merindu?

O Nyawa dan Sahabatku

Aku remuk di rongga bumi ini

Telah banyak kurnia Kauberikan

Telah banyak

Namun tak kuperlukan kurnia atau pahala

Pemberian atau pertolongan

Cinta-Mu semata yang kurindu

Meliputi rindu dan bahagiaku

Mengalir dalam mata hatiku yang dahaga

Adapun di sisi-Mu, aku telah tiada

Dada kerontang kaubikin jadi padang luas hijau

Kaulah rasa-riangku

Kaulah yang berdiri megah dalam diriku

Jika kehendak-Mu telah kupenuhi

Wahai Kerinduan hatiku, aku pun akan bahagia





Anshari



HANYA KAU



Di tubuh ini hidup hanya tergetar oleh-Mu

Hatiku berdebar-debar mengikuti kehendak-Mu

Bila seikat rumput tumbuh atas tanahku

Setiap belati akan gemetar oleh taqwaku kepada-Mu





TUHAN, MABUKKANLAH AKU



Tuhan, mabukkanlah aku

Dengan anggur cinta-Mu

Rantai kakiku ini erat-erat

Dengan belenggu penghambaan

Kuraslah seluruh diriku

Kecuali cinta-Mu

Lalu recai daku

Hidupkan lagi diriku

Laparku yang maha pada-Mu

Telah membuatku

Berlimpah karunia





DI JALAN INI



Di jalan ini hentikan matamu memandang

Telingamu mendengar

Berlindunglah kepada-Nya, merapatlah ke sisinya

Jadilah debu di jalan-Nya

Di seluruh bumi, raja-raja pun

Menjadikan debu kaki-Nya

Pembalut mata mereka





OH, TUHAN



Oh Tuhan, jangan lempar

Lampu yang memudar letih ini

Jangan buang hati ini oleh-Mu

Dalam kobaran api hawa nafsu



Oh Tuhan, jangan tukar

Layarku yang tambal sulam ini

Jangan seret jerit parauku

Dari sungai pengetahuan dan ilmu





NYALA CINTAMU



Tuhan, menemui-Mu

Adalah satu-satunya hasratku

Namun memahami-Mu

Jauh dari jangkauku

Mengingat-Mu adalah hiburan

Bagi hatiku rengsa

Membayangkan-Mu adalah teman setiaku

Kusebut nama-Mu berulang-ulang siang malam

Nyala cinta-Mu kemilau

Menerangi gelap malam-malamku



Junaid al-Baghdadi



Kini Kutahu



Kini kutahu, Tuhan

Apa yang bersemayam dalam hatiku

Tersembunyi dalam rahasia, jauh dari dunia:

Lidahku sedang bercakap dengan Dia yang kupuja!



Begitulah, melalui jalan yang tersembunyi

Kami hampir ke sisi-Nya

Terpisah jauh dari-Nya, bagi kami

Adalah beban yang menyiksa



Walau Kau sembunyikan wajah-Mu jauh-jauh

Dari pandang mataku, Kau dekat

Dalam asyik maksyuk, terasa

Kehadiran-Mu dalam relung kalbuku



Di tengah bencana yang dahsyat

Tak akan kusesali siksaan yang mendera jiwa

Hanya Kau Tuhan yang kurindu

Bukan kurnia atau tangan pengasih-Mu



Jika Kauberikan dunia ini padaku

Atau sorga sebagai pahala

Aku akan berdoa agar segala kekayaanku

Tak berharga dibanding melihat wajah-Mu





Sumnun



KANTUNG WAKTU



Dari kantung waktu telah kuminum

Dan kuteguk segala riang dan duka

Pun telah kutindihkan mulutnya ke bibirku

Kuhirup setetes demi setetes sampai habis

Dan ke dalam cawannya takdir menuangkan

Duka yang kuminum, dari laut

Sabar-sabarku telah kutuang penuh

Dan kutawarkan lagi kepada sang takdir

Dengan sabar aku dilayani, lantas menggelinding

Saat bergantungan, hingga aku pun berseru:

“Sabarlah kau wahai Jiwaku!”

Atau binasa dalam dukacita!”

Deritaku menjulang begitu tinggi, hingga

Puncak-puncak gunung gemetar

Namun bagai bintang nun jauh, segera ia

Pun pudar dan lenyap dari pandang.





Abu Said



INDAH



Segala perjalanan menuju Kau, indah

Segala wajah menatap wajah-Mu, indah

Segala mata memandang sinar-Mu, indah

Segala kata mengulang nama-Mu, indah





SAJAK



1.

Aku seekor singa. Macan tutul buas waspada

Takut kuburu. Aku menaklukkan di mana-mana

Namun sejak Cinta-Mu kutarik ke dalam kalbuku

Rusa-rusa pun dapat mengusirku dari hutan belantara



2.

Waktu kubuka mata, seluruh Keindahan-Mu kulihat

Rahasia kusampaikan pada-Mu, aku dipeluk dengan erat

Mengatakan cinta kepada yang lain, haram bagiku

Kala dengan-Mu bercakap, mulutku terkunci tak bisa mengucap



3.

Tanpa Kau, Kekasih, tidaklah tenteram aku

Kurnia-Mu padaku, sungguh tidak terkira

Karena Kau setiap bulu di tubuhku jadi lidah

Ribuan ucapan syukur tak dapat kuserukan




Disunting dari catatan Abdul Hadi W. M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar