6 April 2011

puisi karya penyair jaman dynasti Tang

SAJAK-SAJAK ZAMAN DINASTI T’ANG



Wilson Tjandinagara dan Abdul Hadi W. M.







Han Hong



MEMBALAS SAJAK CHENG JIN”



Pohon bambu tinggi berayun-ayun

dialah yang paling duluan menyambut angin barat,

sekujur kota lama yang senyap

ditaburi sinar bulan pucat,

seekor angsa liar

seolah terbang menuju gugusan bimasakti

malam ini, suara-suara orang mencuci kain

terdengar di antara ribuan penghuni kota



kuingat waktunya

kala itu malam sudah larut

namun karena merenungi sajakmu dalam hati

aku tak bisa tidur untuk beristirahat

Ah,

baru saja kubaca

bait-bait sajakmu yang indah

sedangkan hari sudah terang

burung gagak memekik parau di luar jendela





Liu Shen Xu



TANPA JUDUL



Jalan pegunungan tinggi mendaki

berakhir di pucuk awan

O pemandangan musim semi

panjangnya laik anak sungai bening

kerap saja

ada guguran bunga jatuh melayang-layang

kemudian bersama air sungai mengalir

membawa bau semerbak ke tampat jauh.



Pintu tak terkunci itu

menghadap jalan setapak pegunungan

pohon yangliu yang naung rimbun

masing-masing menghiasi ruang baca di pondok

walaupun langit siang hari panas benderang

di sini semua begitu tenteram

cahaya indah dan kesunyian

menerobos naungan pohon, menyinari bajuku.



Dai Shu Lun



DI SEBUAH LOSMEN DENGAN KAWAN LAMA



Datang musim gugur

bulan bersinar, bulat penuh

O, pemandangan malam di ibukota

membangkitkan gejolak jiwa

tak terduga aku masih dapat

mengadakan majlis paguyuban orang-orang dari selatan Yangse

pun sukar dipercaya

apakah pertemuan ini hanya dalam mimpi.



Ranting pohon berayun ditiup angin

mengejutkan burung murai dalam kegelapan,

rerumputan musim gugur sarat tetesan embun

melindungi serangga musim gugur yang nyaring bernyanyi

perasaan pengembara

selalu menjunjung tinggi minum tuak hingga mabuk,

ingin sekali aku menahan kalian minum sepuas-puasnya

namun seketika cemas mendengar suara lonceng tua

mengabarkan fajar telah menyingsing





Sikong Shu



PERPISAHAN DENGAN HAN SHEN DI POS YUN YANG GUAN

SETELAH MENGINAP SEMALAM



Sejak berpisah denganmu

di Jianghai

beberapa tahun terakhir ini

kita dipisah gunung dan sungai,

kini tiba-tiba bertemu

malah curiga ini hanya mimpi,

O.

semua merasa pilu

setelah masing-masing menanyakan usia



Lampu satu-satunya

menyinari hujan di tengah kesunyian di luar jendela,

hutan rumpun bambu membisu

diam-diam mengambangkan gugusan awan,

yang amat disesalkan ialah –

esok kita akan berpisah, engkau utara aku selatan,

gelas diangkat demi perpisahan

kita muliakan panjangnya usia persahabatan kita.







Sikong Shu



GEMBIRA SEPUPU LU LUN DATANG MENGINAP



Malam begitu lengang

tak seorang pun tetangga di sekitar rumah ini

kupilih tinggal di belantara liar

semata karena miskin,

dalam terpaan angin dan kucuran hujan

daun-daun menguning di pepohonan,

satu-satunya lampu

menerangi aku si tua bangka beruban.



O, tentang aku

aku hanya sendiri, begitu lama terperosok

kau yang sering mengunjungiku

membuat aku malu, pun terharu atas kepedulianmu.

O,

bemang jika dua penyair saling bersahabat

boleh dikata sudah dinasibkan untuk bertemu

apalagi

kita masih saudara sepupu –

bagai dua keluarga: Cai dan Yang!









Sikong Shu



MENGANTAR ORANG KEMBALI KE UTARA SETELAH

PEMBERONTAKAN DITUMPAS



Tahun-tahun yang morat-marit

kita ke selatan bersama

kini negeri tenang

namun kau malah kembali ke utara sendirian

mengungsi ke kampung orang

uban telah lama tumbuh di kepala,

ketika tiba di kampung halaman

menjumpai yang tak berubah hanya deretan gunung hijau itu.

pagi hari, bersama bulan

melewati reruntuhan bangunan dan kubu tua,

bintang bertaburan di langit,

kau menumpang tidur di Guguan yang tandus.

O,

unggas di musim dingin

dan rumput liar layu,

semua tempat yang dilalui

menemani rona wajahnya yang selalu murung.







Bai Juyi



RUMPUT



Betapa rimbun

kau rumput liar di tanah purba ini,

setiap satu tahun berlalu

bergiliran antara layu dan subur menghijau

api yang membara di padang belantara

tak mungkin membakarmu sampai habis

kala angin musim semi bertiup

kau berjuang keras untuk tumbuh kembali

Ya rumput wangi jauh di penghujung bumi

kau terus tumbuh memenuhi lorong tua depan mata

hijau tak bertepi di bawah sinar matahari,

mendekatkan benteng tua yang terhantar sunyi di sana

rapuh dan hampir runtuh.

demi aku kau mau bertungkus lumus

mengantar seorang kawan pergi

rumput musim semi begitu rimbun

seakan diharu biru kepiluan perpisahan.





Du Mu



MENGINAP DALAM PERJALANAN



Di rumah penginapan

tak seorang kawan karib,

tafakur memusatkan pikiran

adalah derita diliputi kesunyian tanpa tepi,

sendiri menatap lampu dingin

lantas ingat perkara lama beberapa waktu yang lalu

jerit angsa liar yang terpisah dari kawannya

membangunkan aku yang dalam tidur pun masih waswas



Dalam tidur mimpi berjalan sampai kampung halaman

ketika kembali fajar sudah tiba

sepucuk surat dari rumah

sudah diterima lebih setahun lalu



O,

baiknya pulang

menatap sinar bulan, betapa indah

terbungkus kabut di sungai Changjiang

sedangkan perahu kecil pengail ikan

ditambatkan tepat di depan rumahku





Xu Hun



AWAL MUSIM GUGUR



Di musim gugur yang panjang

mengalun lembut suara Jinse, merdu di telinga

O, angin barat tak henti-hentinya bertiup

mempermainkan daun-daun songlo hijau tua

sisa kunang-kunang hinggap ==

di atas titik embun rumputan,

kawanan angsa liar terbang subuh

melintasi gugusan bimasakti tiada tepi



Pohon-pohon menjulang tinggi

ketika memandangnya di pagi hari, ranting dan daunnya

masih rimbun

punggung-punggung gunung di kejauhan

di bawah langit terang, kelihatan lebih banyak

O,

di Huainan ini

selembar daun layu, rontok diam-diam

aku pun teringat –

gelombang air pasang danau Dongtong Hu!







Li Shangyin



TONGGERET



Sesungguhnya bertengger di pucuk pohon tinggi

sukar bisa kenyang

mengerik pun

sia-sia menyampaikan keluh ketidakadilan

hingga menjelang fajar

suaranya pun kian lemah dan jarang, seolah tersekat,

paadahal pohon tua hijau itu

masih tetap tak terharu.

jabatan kecil lagi sepele

seakan tangkai buah persik meluncur di air,

tanah air dan kampung halaman serba terlantar

ditumbuhi pula semak-semak berduri.

bikin repot

berulang kali kuingatkan kau

aku pun akan seperti kau

sekuat tenaga menjunjung tinggi keluhuran tak tercemar

rela miskin dan sayu wajah anggota keluarga

















Li Shangyin





BUNGA GUGUR



Para tamu paviliun di atas

telah pulang semua

kini

di taman kecil

beterbangan bunga-bunga, tak tentu arah

kelopak bertaburan

di jalan berliku

dari jauh

pandang mata melepas sisa cahaya matahari senja,

Karena kasihan bunga gugur

tak tega menyapunya

tak mudah pula mengharap musim semi

tak mengira pula akan kembali

O,

hatiku ini

telah sepenuhnya

bersama bunga gugur

yang didapat

hanya –

airmata membasahi baju.









Terjemahan Wilson Tjandinagara dan Abdul Hadi W. M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar