6 April 2011

KEPADA TUHAN YG TAK DI KENAL& SAJAK SAJAK JERMAN YG LAIN

Friedriech Nietzsche



KEPADA TUHAN YANG TAK DIKENAL



Sebelum perjalanan kulanjutkan

Dan sebelum pandang kulayangkan ke depan

Baiklah sekali lagi dalam sepi kuangkat tangan

Kepada-Mu tempat aku melarikan diri

Dari lubuk hati terdalam kupersembahkan

Altar-altar pemujaan penuh takzim

Agar setiap kali suara-Mu memanggilku kembali



Di altar itu akan teruikir sedalam-dalamnya

Kata-kata membara: Kepada Tuhan tak dikenal

Aku ini milik-Nya, walau sampai kini

Tetap bersama gerombolan para penghujat:

Aku milik-Nya dan kurasakan perangkap

Yang dalam pergulatan menjeratku ke bawah

Dan walau aku coba melarikan diri

Tetap jerat itu memaksakku menjadi hamba-Nya



Aku ingin mengenal-Mu, wahai Yang Tak Dikenal

Kau, yang mengorek terus ceruk jiwaku

Yang menjelajahi hidupku seperti badai

Kau yang tak terpahamkan, sama sepertiku!

Aku ingin mengenal-Mu, malahan ingin jadi hamba-Mu!







Fridriech Hoelderlin



DIOTIMA



Kau menderita dan tetap membisu, asing pada mereka

Ya, kau hidup tulus! Diam-diam pudar dan layu

Sebab bersama orang kasar memanglah sia-sia

Susah kawan dicari dalam cahaya matahari



Jiwa luhur lembut tiada lagi, namun

Waktu toh cepat berlalu. Walau fana laguku akan hidup

Menyaksikan hari-hari malaikat

Dan kau pun akan diberi nama selaras dengan dirimu





SETENGAH HIDUP



Penuh buah-buah pir

Dan mawar-mawar liar

Pemandangan tergantung di danau

O angsa-angsa lembut;

Mabuk oleh siuman

Kaucelupkan kepalamu

Di air suci tenang



Amboi, di mana dapat kupetik

Jika musimdingin tiba, kembang-kembang

Di mana matahari terbit

Dan baying-bayang di tanah?

Tembok berdiri tegak

Tuli dan dingin, pipa penyalur udara

Berdesing-desing dalam angina





KEMUDIAN DAN SEKARANG



Pada hari-hari mudaku tiap pergi aku bangkit riang

Menangis waktu malam turun; sekarang, pada masa tuaku

Walau ragu kumulai hari-hariku lagi, namun

Selalu akhirnya terang dan kudus.





Rainer Maria Rilke



APA YANG KAULAKUKAN



Apa yang kaulakukan, Tuhan, bila aku mati?

Bila aku, kendimu, pecah dan terbaring?

Bila aku, minumanmu, basi dan kering?

Aku adalah jubahmu, dagang yang kau jjalankan,

Kau kehilangan makna, kehilangan aku.



Tanpa aku kau tak berumah, terampas

Dari sambutan riangmu, kehangatan dan kemanisan

Aku adalah sandalmu,kaki lelahmu

Akan berjalan telanjang sebab memerlukan aku



Mantel kebesaranmu akan terlempar jauh

KKilauanmu di pipiku

Dan kehangatan empuk, akan mencari dengan putus asa

Kesenangan yang pernah kuhidangkan –

Buat menggeketak, ketika warna matahari senja memudar

dalam pelukan dingin batu-batu asing.



Apa yang kaulakukan Tuhan? Aku cemas.





KAMI SEMUA PEKERJA



Kami semua pekerja: murid ilmu pertukangan, musafir

atau guru, kami membangunmu – kau lingkar pusat gereja menjulang

Kadang akan muncul pada kami sebuah kubur

Pelancong, yang bagaikan keharuan berkilauan

Jiwa ratusan pengrajin

Lketika gemetar memnunjukkan kecakapan barunya



Kami mendaki bukit perancah karang

Palu di tangan kami berat berayun

Hingga dahi kami merasakan belaian sayap

Dari waktu gemerlapan yang kenal segala

Dan berasal darimu seperti angin berasal dari lautan



Lalu pukulan palu bergema, tak terhingga

Dan melalui gunung-gunung gaung nyaring bersahutan

Hanya dalam sembur gelap kepada-Mu menyerah akhirnya

Dan pelahan garis-garis sosokmu tersingkap pada kami.





Johann Woflfgang Von Goethe



AZIMAT



Timur milik Tuhan

Barat di bawah kuasa Tuhan

Tanah-tanah, utara dan selatan

Di tangan pengasih-Nya semayam



Dialah yang adil hanya

Bagi setiap orang apa yang benar?

Dri seratus nama-nama-Nya

Biar saja satu yang disanjung! Amien.



Perjalananku membuatku kusut

Tapi Kau dapat meluruskannya

Kala aku bekerja atau mengarang

Semoga Kau saja jadi petunjuk jalanku



Dibanding perkara dunia yang kupikirkan

Tetap ini saja yang membuatku tegak lebih tinggi

Tidaklah bersama debu jiwa ini berserakan

Tetapi kepda dirinya kembali dan meninggi



Ada dua berkah dalam bernafas:

Menghela di udara dan membuangnya

Yang satu membingungkan, yang lain menyegarkan

Begitu mulia hidup yang bercampur baur

Ketika tersiksa bersyukurlah kepada Tuhan

Pun kembalilah bersyukur jika dibebaskan.





TAK TERHALANGI

Kepada Hafiz



Karena kau tak dapat berakhir

Itu yang membuatmu besar

Nasibmu sudah untuk tak pernah memulai

Lagumu riang seperti lompatan bintang-bintang

Awal dan akhir serupa

Dan yang di tengah tetap yang akhir dan yang awal



Sungguh kau mata air keriangan puisi

Air tak habis-habis mengalir darimu

Sebuah bibir yang siap mencium

Lagu nikmat dalam terus mengalir

Sebuah kerongkongan dahaga senantiasa

Hati yang selalu mencurahkan kebaikan dengan sendirinya



Dan walau seluruh dunia karam dalam keruntuhan

Hafiz, denganmu sendiri aku akan bangkit

Biar kita yang kembar ini berbagi duka dan riang

Mencinta seperti kau mencinta

Minum seperti kau minum

Jadi kebanggaan dan kerja sepanjang hayatku





Kini, o laguku, bicaralah dengan apimu sendiri

Sebab kau lebih tua, pun lebih muda darinya.




Di sunting dari catatan Abdul Hadi W. M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar