(Epochtimes.co.id)
Kesusastraan merupakan seni yang menggunakan kata-kata untuk mencerminkan realitas secara obyektif seperti aktivitas psikologis. Ini bagian penting dari suatu kebudayaan. Kriteria kesusastraan klasik terletak pada nilai sastra dan pewarisannya. Kandungan maknanya memainkan peran sebagai panutan, inspirasi dan keabadian.
China memiliki tradisi yang menggunakan puisi untuk menyampaikan ambisi, serta sastra untuk pengajaran moralitas. Sastra klasik menarik minat pembacanya serta mengolah pikiran mereka dengan teknik seni yang halus dan ideologi yang bermakna mendalam. Hal ini akan membuat seseorang terus menggemarinya.
Kesusastraan klasik mencakup puisi, syair, prosa dan novel serta bentuk lainnya seperti Ci (賦, puisi zaman Dinasti Tang, yang ditulis untuk nada-nada tertentu dengan pola tonal (gaya suara) yang ketat dan sajak, dalam jumlah baris dan kata tertentu), Fu (賦, bentuk kesusastraan yang rumit menggabungkan unsur-unsur puisi dan prosa), serta musik. Pengaruh dogma ”harmonisasi Langit dan manusia” yang dianjurkan Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme pada hubungan antara kata dan makna, secara langsung menaikkan taraf puisi, prosa, kaligrafi , lukisan dan musik tersebut.
Manifestasi kesusastraan klasik dapat diringkas dalam kategori sebagai berikut: pikiran yang menghubungkan masa jauh lampau, menjelajahi hukum Langit, melihat ke dalam maupun ke luar, menjelajahi misteri, membuat keilahian menjadi hal yang kekal, dan menampilkan keabadian.
Berikut saya akan mengupas beberapa kategori ini.
1. Memperhatikan jiwa rasional manusia
Mencari kebenaran, hukum Langit, serta nilai-nilai kemanusiaan merupakan tema abadi dalam karya sastra klasik. Kecuali terhadap keabadian alam semesta, pemahaman orang zaman dahulu terhadap kehidupan manusia yang singkat, boleh dikatakan sebenarnya merupakan kerinduan mereka akan dunia kekal yang tak terbatas.
I Ching: Book of Changes, berada di atas semua karya klasik lainnya. Ini menunjukkan kosmologi “harmonisasi Langit dan manusia” yang mencakup langit dan bumi, alam semesta, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, serta kemanunggalan manusia dengan alam. Manusia dapat mendorong perubahan dan memupuk kekuatan Langit dan bumi, selain itu manusia juga berhubungan dengan alam.
Book of Changes mengungkapkan prinsip-prinsip dasar hubungan antara manusia dan alam: manusia harus peduli satu sama lainnya termasuk segala hal, serta menjadi jujur dan toleran.
Kitab Laozi (Laotse): Dao De Ching (Buku Jalan dan Kebajikan), kitab klasik Konfusius: The Book of Songs, The Book of History, The Analects of Confucius and Spring, semuanya membicarakan Jalan Ketuhanan, menghormati serta menganjurkan kebajikan. Dengan pengajaran dan bimbingan dari para sang Bijak, manusia menghormati Langit dan Tuhan, menyelaraskan diri pada Langit dan menjalani takdir mereka, terbuka dan tulus namun tidak melanggar aturan. Berbagai pendidikan filsafat seluruh teorinya berdasarkan pada Tao (jalan kebajikan).
Sima Qian dari Dinasti Han menulis maha karya Shiji (Historical Records). Meskipun Sima Qian hidup dalam zaman yang sulit, ia masih menempatkan pemikiran moralitas sebagai tingkat tertinggi dalam tujuan kehidupan manusia. Karya-karyanya diturunkan dari generasi ke generasi, beberapa diantaranya mengungkap rasa penyesalan atas berjalannya waktu; ada juga beberapa pemikiran alasan menjadi manusia; menjelajahi mitologi alam semesta; sedangkan yang lainnya tentang kerinduan sesuatu yang melampaui dunia fana.
Setelah menetapkan tujuan mulia, harus ada cara untuk mencapainya, sehingga para sang Bijak dari berbagai dinasti semuanya memperhatikan kultivasi (menjalani kehidupan dengan memperbaiki akhlak diri secara terus menerus). Kesadaran untuk mengoreksi diri, nilai-kesadaran dan upaya kultivasi, penyempurnaan diri dan pembentukan kepribadian yang ideal, membentuk pemahaman jiwa manusia yang mendalam dari bangsa China. Kitab klasik Konfusius, Book of Rites - the Great Learning, menunjukkan: “Berharap memperbaiki hatinya, mereka yang pertama kali berusaha menjadi tulus dalam pikirannya.” Hal tersebut merupakan proses kultivasi, serta memberi contoh diri sendiri dalam hal: “Kultivasi diri, keharmonisan keluarga, mengatur negara dan perdamaian dunia.”
Konfusius berkata, “Ketika kita melihat manusia yang mulia, kita harus berpikir untuk menirunya, ketika kita melihat manusia yang berkarakter sebaliknya, kita harus melihat ke dalam dan memeriksa diri sendiri.” Konfusius juga mengatakan: “Setiap hari, saya mengoreksi diri sendiri, sekali dan sekali lagi.” Hal ini memerlukan standar yang ketat dan melingkupi diri sendiri, tetapi harus sederhana dan toleran terhadap orang lain. Hanya dengan cara ini, seseorang dapat mengembangkan diri menjadi seorang yang bijak.
2. Menerapkan moralitas dan kebajikan
Sebagai pembawa misi penting kebudayaan tradisional, kesusastraan klasik menerapkan secara utuh moralitas, pertalian manusia dan tiga panduan pejabat (panduan bagi penguasa, mendidik anak, dan bimbingan pada istri) dan lima kebajikan (kebaikan, kebenaran, kesopanan, kebijaksanaan dan kesetiaan) serta standar moralitas.
Spirit kebajikan yang dianjurkan Konfusius menjadi patokan manusia untuk hidup bermasyarakat, dalam masyarakat kuno diartikan mengasihi orang lain. Kitab Book of History berbicara “lima ajaran”, yakni humanitas Ayah, kebajikan ibu, persahabatan kakak, menghormati adik dan rasa berbakti putra. Anjuran Zhuang Zi yakni “Mengasihi segalanya, langit dan bumi “ digunakan dalam spirit kebajikan, yang mengayomi segala sesuatu di dunia dan membentuk kemanunggalan dengan Langit dan Bumi.
Selama lebih dari 5.000 tahun, tak terhitung orang dengan kebijakan agung datang dan pergi. Mereka sepenuhnya tulus, jujur, bersih dan jauh dari perilaku menjilat dan mendengarkan suara rakyat. Nilai-nilai dan upaya seperti ini, mendorong rakyat China melangkah ke depan menaklukkan segala kesulitan, dan melalui rangkaian sejarah yang panjang dan berliku, hingga hari ini. Ini merupakan salah satu faktor penting bagi kesusastraan klasik China menjadi penuh kekuatan. Telah membentuk tradisi sastra yang menjunjung kebenaran dan kepedulian terhadap kehidupan masyarakat.
Karya-karya klasik yang terkenal sepanjang masa, semuanya menaruh perhatian besar pada karakter integritas moral, dan selalu mengagungkan loyalitas, kesalehan, kesucian dan kebenaran, seperti orang yang memegang standar moralitas yang tinggi. Mereka juga berfokus pada penggambaran karakter yang baik. Karya klasik ini tidak hanya memperhatikan keindahan eksternal tetapi juga kaya makna moralitas. Seluruhnya memberikan kenikmatan estetika tinggi serta alam yang tinggi bagi jiwa manusia.
3. Indoktrinasi tradisional: moral melalui sastra
Salah satu keistimewaan penting dari budaya tradisional adalah digunakan sebagai referensi, karena semua karya klasik memiliki tradisi pendidikan. Penyair Dinasti Tang, Bai Juyi, berkata, ”Karya sastra ditulis dengan latar belakang waktu, sedangkan puisi, Ci, lagu dan fu ditulis untuk peristiwa individu.” Orang dahulu menekankan karakter moral seseorang, kebajikan, manfaat dan menuangkan pikiran seseorang dalam tulisan. Memelihara dunia juga spontan menjadi tanggung jawab mereka. Mereka jauh melampaui “memperoleh dan kehilangan”, tidak merasa bahagia karena keuntungan materi dan tidak menyesali diri sendiri karena kerugian. Mereka memperhatikan negara dan masyarakat.
Sastra Klasik melantunkan pujian akan kecerahan dan keadilan, mencaci kegelapan dan kemerosotan, mendukung standar moralitas, mempromosikan kebaikan, menghukum kejahatan dan mengangkat isu takdir. Karya-karya klasik Konfusianisme, Budhisme dan Taoisme semua mengajarkan suatu filsafat hidup berdasarkan kebajikan dan moralitas. Kitab Book of Songs, Lament dan beberapa lainnya menggambarkan pengejaran manusia akan kepribadian yang ideal. Ketika Sima Qian menulis Lian Po dan Biografi Lin Ju Hsiang, ia menggambarkan sikap ksatria Lin Ju Hsiang juga Lian Bo yang bersikeras meminta hukuman, dan berniat memperbaiki kesalahannya setelah ia menyadari bahwa hal itu merupakan dasar manifestasi dari standar moralitas.
Orang bisa merasakan kekhidmatan dan gaya sastra dari Historical Records. Puisi-puisi Dinasti Tang dan Ci Dinasti Song digambarkan sebagai kekayaan sastra China. Mereka telah menjadi inti dari makna mendalam kebudayaan China dan menggambarkan spiritual dunia manusia. Empat novel terkenal dari Dinasti Ming dan Qing, membantu meningkatkan estetika masyarakat dan penilaian estetika dengan alur cerita menarik. Koleksi novel pendek Stories from a Ming, berbicara tentang pembalasan karma untuk memperingatkan orang bahwa “Melakukan perbuatan baik akan mendapat imbalan baik, dan kejahatan akan membuahkan kejahatan pula”, sehingga orang bisa memilih dan mengikuti perbuatan baik.
Dalam persepsi pencerahan dalam kehidupan, sastra klasik ini menunjukkan arah bagi kehidupan, dan menyatakan kepedulian sosial dan manusia yang kuat. Dari literatur klasik, kita melihat Picture of Justice of Heaven and Earth (Potret Pengadilan Langit dan Bumi) dan mendengar Song of Justice (Lagu Keadilan) di dunia manusia. Mereka seperti sungai yang sehat, yang membersihkan kotoran dan lumpur.
Karya-karya ini tidak hanya membuka proses sejarah China dengan bahasa mereka dan bentuk seni, tetapi juga menuntut standar moral yang tinggi dan mengejar prinsip “harmoni antara langit dan manusia.” Mereka menyediakan generasi masa depan dengan sumber-sumber spiritual yang tiada habisnya. Mereka bersinar dalam artistik dan ideologis karakter, mengilhami hati nurani rakyat dan pemikiran belas kasih, sehingga mereka bisa menghadapi Jalan Surgawi, melampaui kehidupan manusia serta memilih keadilan dan belas kasih. (Zhi Mei/The Epoch Times/lie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar