Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau dengan tujuan-tujuan yang tak menipu, katakan padaku bagaimana aku dapat tulus di Jalan menuju Tuhan ini. Karena aku tak dapat meninggalkan keinginan hatiku ini, kukorbankan segala yang kupunyai untuk mencapai tujuanku. Apa yang kupunya telah hilang; apa yang kutangkap telah berubah jadi kalajengking di tanganku. Aku tak terikat oleh ikatan apa pun juga dan aku telah membuang segala belenggu dan halangan. Aku ingin untuk menjadi tulus di Jalan ruhani dengan harapan suatu hari dapat bertemu muka dengan yang kupuja."
Hudhud menjawab, "Jalan itu tak terbuka bagi setiap orang; hanya yang tulus dapat menempuhnya. Ia yang menempul Jalan ini harus berbuat begitu tenang dan sepenuh hati. Bila kau telah membakar segala yang kaumiliki, kumpulkan abunya dan tempatkan dirimu di atas abu itu. Sebelum kau melepaskan diri dari segala sesuatu di dunia ini, satu demi satu, kau tak akan bebas. Dan mengingat kau tak akan lama dalam penjara dunia ini, maka lepaskan dirimu dari segalanya itu. Bila maut datang, dapatkah apa yang kini memperbudak dirimu mengelakkannya? Menempuh Jalan ini, diperlukan ketulusan diri dan tulus terhadap diri sendiri lebih sulit dari yang kau kira."
Amsal Kiasi dari Tarmazi
Aulia dari Turkistan suatu hari berkata dalam hatinya, "Aku mencintai yang dua ini: anakku dan kuda-belangku. Sekiranya kudengar kabar bahwa anakku mati, maka akan kukorbankan kudaku sebagai tanda syukur, karena keduanya itu seperti berhala bagi jiwaku."
Sorotilah kesalahan-kesalahanmu, kebencian-kebencianmu dan kesombongan-kesombonganmu. Bakar semua itu dan jangan membujuk-tipu dirimu sendiri bahwa kau lebih tulus dari yang lain-lain. Ia yang menyombongkan diri tentang ketulusannya hendaknya berusaha melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya.
Syaikh Khirkani dan Mentimun
Suatu hari Syaikh Khirkani, yang bertawakkal pada kuasa Tuhan semata, kepingin sekali akan buah mentimun. Ia menginginkannya sedemikian rupa; maka ibunya pun keluar dan mendapatkan sebuah. Segera setelah mentimun itu dimakannya, maka tiba-tiba saja kepala anak Syaikh Khirkani dipenggal orang, dan malam hari seorang jahat menaruh kepala itu di ambang pintunya. Maka Syaikh itu pun berkata, "Seratus kali aku telah mengetahui lebih dulu bahwa bila aku makan sepotong kecil saja buah mentimun, suatu musibah akan terjadi. Tetapi keinginan akan buah itu begitu kuatnya hingga aku tak dapat mengalahkannya."
Ia yang membiarkan keinginan-keinginannya menguasai dirinya menyesakkan jiwanya sendiri. Orang yang pandai tak tahu apa-apa; tak ada jaminan kepastian dalam kepandaiannya; padahal banyak macam pengetahuan telah diperolehnya. Sewaktu-waktu suatu kafilah baru mungkin saja datang, begitu pula pengujian baru.
Setahuku tak seorang pun yang semujur tukang-tukang sihir Fir'aun yang dengan keimanan orang-orang di masa itu mengorbankan jiwa mereka; dan berdasarkan keyakinan agama, mereka melepaskan segala kecintaan akan hal-hal duniawi.1
Catatan kaki:
1 Dapat dicari rujukannya dalam Al-Quran, antara lain dalam Surah VII: 103-126; XX: 56 - 73. Di situ disebutkan bahwa setelah Musa, dengan pertolongan Tuhan, dapat mengalahkan apa yang diperlihatkan tukang-tukang sihir Fir'aun dengan ilmu sihir mereka, maka tukang-tukang sihir itu pun mulai beriman kepada Tuhan, meskipun Fir'aun mengancam hendak menghukum mereka dengan memotong kaki dan tangan mereka serta menyalibkan mereka. H.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar